Sabtu, 31 Januari 2015

Seruan Mulia Dari Pulau Seberang



Oke, kali ini saya ga akan ngebahas tentang hal ke ‘teknik kimia’ an, kali ini saya akan sedikit sharing dengan kawan-kawan semua tentang pengalaman saya selama mengikuti komunitas sosial yaitu Rumah Baca Asma Nadia Lampung, yang merupakan sebuah komunitas non profit yang berkecimpung dalam hal pendidikan bagi anak-anak yang mempunyai keterbatasan dalam finansial, yang tujuannya untuk menumbuhkan minat baca bagi masyarakat khususnya bagi anak-anak.

Bermula pada saat saya dan kawan-kawan komunitas mengisi agenda mingguan yaitu mengunjungi sebuah pulau yang terletak di seberang pantai ringgung kabupaten pesawaran setiap sabtu, pulau yang dinamakan pulau Tegal itu oleh masyarakat setempat merupakan sebuah pulau yang menurut saya cukup terisolasi keberadaannya oleh pemerintah, betapa tidak? Disana hampir seluruh kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan, dan hampir tidak ada fasilitas-fasilitas yang membangun semisal taman bermain, toko buku, bahkan tidak ada sekolah, dan tentu saja, mereka tidak mengenal yang namanya dunia internet, sungguh ironi menurut saya, pulau yang seharusnya bisa menjadi pusat pariwisata yang cukup bagus prospeknya, karena kondisi pantai yang masih bersih dan terawat yang sering dijadikan tempat snorkling, tidak banyak memang, hanya oleh para wisatawan yang mengetahui lokasi pulau tersebut.

Pendidikan formal merupakan hal yang sangat penting, karena lewat pendidikan formal kita bisa belajar banyak, khususnya ilmu pengetahuan, yang merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipelajari mengingat sangat ketatnya persaingan dunia kerja sekarang ini, untuk bisa mendapatkan hal itu semua, diperlukan sarana dan prasarana yang bisa mendukung hal tersebut, salah satunya yaitu sekolah dan komponen pendukung lainnya. Arti penting peran dari sebuah sekolah untuk kemajuan dalam suatu tempat atau daerah sangat terlihat jelas ketika mengunjungi pulau itu, disana saya tersadarkan bahwa suatu daerah walau berpotensi, namun tetap saja tanpa adanya pendidikan dan pengetahuan, daerah tersebut hanya akan menjadi sebuah ‘alat’, sebuah alat yang bisa digunakan sesuka hati si penggunanya tanpa ada protes atau tuntutan, miris.
Masih teringat jelas di benak, ketika saya dan kawan-kawan komunitas akhirnya sampai di pulau Tegal, pemandangan pertama yang saya lihat adalah seorang bapak yang sedang mengajari anaknya membuat sebuah rangkaian perahu sembari menggendong anaknya yang masih kecil, sang anak yang masih berumur kisaran 10 sampai 13 tahun dengan seriusnya memotong motong kayu yang akan dijadikan rangkaian perahu dengan sebilah golok! benar... sebuah golok... bukanlah alat tulis, atau buku yang seharusnya ia pegang, dan sebuah seragam sekolah yang ia kenakan, melainkan kaos bolong dan celana yang sudah lusuh.

Dan seketika saya menghampiri anak tersebut setelah saya dan kawan-kawan bersalaman dengan sang ayah anak tersebut. Sembari memperhatikan, sedikit diselipkan obrolan-obrolan kecil, seperti menanyakan nama, anak ke berapa, sedang apa, dsb. Sampai ketika saya menanyakan “kamu uda lama dek buat perahu?”, “ini baru diajarin bapak om” jawab sang anak, “oh gitu, terus kamu ngapain selain buat perahu?”, kemudian sang anak menjawab, “palingan berenang di pantai nyari ikan sama kawan-kawan”, “ wah, asik ya, kamu kok ga sekolah dek?”, “enggak, soalnya disini ga ada sekolah, dulu sempet sekolah, tapi ga kuat karena jauh, dan ga ada biaya buat ongkosnya”, “jadi disini anak-anaknya ga ada satupun yang sekolah?” tanya saya heran, “ga ada om, dulu ada sekolah disini, cuma uda jadi kandang kambing gara-gara ga ada guru yang mau ngajar lagi”, pertanyaan saya hentikan, fikiran saya melayang layang mengingat betapa tidak bersyukur atas karunia yang Alloh berikan kepada saya jika dibandingkan dengan anak tersebut yang makan sehari-hari saja susah apalagi sekolah, mungkin tak pernah terfikirkan olehnya untuk bisa sekolah lagi seperti anak anak di luar sana yang jauh lebih beruntung darinya. Sembari melihat ayunan bilah golok anak tersebut yang menebas-nebas kayu yang seakan protes pada kerasnya hidup yang membuat saya tersentak dan merasa menjadi manusia yang sangat tidak bersyukur selama ini, sungguh pelajaran berharga.... Terima kasih adik kecil :’)



“No matter how good or bad you think life is, wake up each day and be thankful for life, someone somewhere else is fighting to survive” #quote

***To Be Continue......