Sabtu, 09 Februari 2013

Teknologi Generasi Kedua Bio-Fuel, “Solusi Krisis Energi”



Teknologi Generasi Kedua Bio-Fuel, “Solusi Krisis Energi”

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Hai sobat blogger semuanya, kali ini kita akan membahas masalah mengenai solusi kriris energi dunia nih, kalo sebelumnya kita membahas tentang dahsyatnya kegunaan dari si kecil nanokarbon, kita sekarang akan membahas bagaimana perkembangan teknologi generasi kedua bio-fuel, check this out! ! ! hiaaaaattttttttttttt. . . . . ! ! ! !

Seperti kita ketahui bio-fuel merupakan sebuah terobosan besar saat ini dalam menghadapi krisis energi di dunia, bio-fuel yang sering kita dengar yaitu bio-fuel ethanol dan bio-fuel CPO ( berbahan dasar kelapa sawit) sekarang menjadi tuntutan untuk solusi krisis energi minyak bumi yang semakin menipis, diharapkan bio-fuel ini dapat menjadi peran pengganti dari minyak bumi, ketika sudah tidak ada lagi yang bisa diambil dari perut bumi kita nanti. Namun, seperti yang diberitakan oleh Bisnis Indonesia Online 4 tahun lalu, bahwa Industri biofuel (minyak nabati), yang bersumber dari minyak sawit mentah (CPO), nasional terpaksa menghentikan kegiatan produksi, ini disebabkan karena harga bahan baku yang semakin melonjak naik hingga melampaui USD800 per ton, hal ini terjadi karena persaingan permintaan bahan baku antara produsen CPO dan industri pangan seperti minyak goreng yang tinggi, yang berimbas juga dengan kenaikan harga minyak goreng, ini tidak dapat dielakkan lagi, karena bahan baku CPO itu merupakan bahan baku pangan yaitu kelapa sawit. Waduuuhhhhhh, pusing pusing dah tuh pemerintah. . . . .

Setali tiga uang dengan bio-fuel CPO, bussseeeettttt, uda maen pribahasa nih agaknya, ckckck, bio-fuel ethanol juga mengalami masalah dalam hal kebutuhan akan bahan dasar. Kepala Tim Nasional Pengembangan bahan Bakar Nabati Alhilal Hamdi menyatakan bahwa, “Etanol di Indonesia masih digunakan untuk industri alcohol atau industri lain seperti rokok dan plastic,” lalu, bagaimana dengan bio-fuel lain? ? Saat terjadi lonjakan kenaikan harga BBM, pemerintah cepat bertindak dengan memberikan amanah untuk para peneliti untuk mencari solusi lain dalam menghadapi krisis tersebut, dan finally para peneliti berhasil menemukan solusi lain dari biofuel ini, yaitu biofuel yang berbahan dasar pohon jarak pagar, dan terang saja, hampir seluruh lahan kosong di Indonesia diinstruksikan untuk menanam pohon jarak pagar, alhamdulillah. . . . syukur deh, biar ga mubadzir gitu. . . Namun, masalah masih saja datang berganti, innalillahi. . . yang sabar yo bapak-bapak pemerintah. . . . Ternyata pohon jarak pagar ini hanya bisa dipanen dua kali setahun, dan juga kadar minyak dari setiap biji jarak ini hanya berkisar 30% setelah diproses, tentu saja untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam jumlah besar tentu memerlukan lahan dalam jumlah besar pula yaitu berkisar sekitar 2000 – 2500 pohon per hectare. Mari kita sidik lebih lanjut! ! ! !

Nah, sobat blogger semua. . . Masih stay tune kan?? Hehehe. . . Setelah kita melihat betapa susahnya mencari solusi energi untuk bumi kita yang semakin lama semakin minim dalam hal pasokan energi, betapa banyak kendala-kendala yang harus dihadapi para peneliti dan pemerintah dalam memperjuangkan semangatnya untuk terus mencari generasi-generasi penerus energi sebelumnya, nah mari kita berjelajah sejenak ke ranah Jawa tepatnya propinsi Jawa Barat kota Bogor, pasti sobat semua tau kan Universitas yang paling tersohor di kota hujan tersebut, bahkan seantero nusantara, yang pernah menjadi saksi dari perjuangan orang nomor satu di Indonesia sekarang ini yaitu Bapak SBY ketika beliau masih berstatus mahasiswa, yahhhh. . . Benar. . . Institut Pertanian Bogor atau biasa disingkat IPB, para peneliti dari Universitas ini berhasil membuat rancangan sistem produksi mikroalga sebagai bahan baku biodiesel dengan memanfaatkan limbah cair agroindustri dari industri peternakan, rumah pemotongan hewan dan industri gula. Wow. . . DAHSYAT bukan? ? ?
"Konversi bahan pangan menjadi energi dapat menyebabkan kerawanan pangan, sehingga diperlukan langkah strategis untuk mengembangkan dan mengoptimalkan peranan pertanian sebagai pemasok energi atau Bahan Bakar Nabati (BBN) tanpa mengorbankan pangan dan keseimbangan ekologi," kata peneliti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Suprihatin. Menurut beliau, teknologi ini merupakan solusi yang sangat tepat, mengingat kendala-kendala yang dihadapai pemerintah selama ini dalam hal menghasilkan energi pengganti dari bahan pangan seperti kelapa sawit, jarak pagar, dsb yang banyak sekali mengalami kendala-kendala seperti dalam hal produksi yang minim, lahan yang kurang, dan kendala-kendala lainnya, ini merupakan suatu terobosan besar bagi kita semua. . .
Dalam hal kebutuhan lahan dan produktivitas, mikroalga ini sangat unggul dibandingkan dari tanaman-tanaman lainnya, karena apa? ? ? Karena mikroalga ini memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu dalam satuan jam saja atau hari, selain itu jenis tanaman ini tidak memerlukan lahan yang subur, sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman lain, sehingga tidak merugikan lingkungan pertumbuhannya. Selain itu mikroalga juga mempunyai keunggulan dalam hal pengelolaan lingkungan seperti recycling nutrien, konservasi air, dan biofiksasi karbon dioksida atau reduksi emisi gas rumah kaca, dan juga jenis tanaman ini sangat efisien dalam hal menyerap energi matahari, sangat bermanfaat dalam hal pembuatan solar cell. Sangat mengesankan manfaat dari tanaman ini. . . RUAAARRR  BIASAAAAA! ! !
Dalam pembuatan teknologi ini memerlukan beberapa tahap, "Tahapan penelitian ini terbagi dua. Tahap pertama dilakukan karakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-nilai parameter kinetik pertumbuhan. Tahap kedua, perancangan proses dan sistem produksi mikroalga," terang Prof Suprihatin. Mikroalga membutuhkan sedikit biaya investasi dan biaya operasi atau pemeliharaan. Dalam hal kebutuhan konsumsi, tanaman ini hanya membutuhkan gas CO2 sebagai bahan pangan utamanya, di Indonesia sangat cocok dalam hal pengembangbiakan tanaman ini, karena didukung dengan kondisi iklim dan geografis, seperti intensitas sinar matahari sepanjang tahun, temperatur udara relatif tinggi, dan ketersediaan lahan, Alhamdulillah. . . .
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009-2010 di laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Pengujian jenis dan jumlah mikroalga dilakukan dengan pencacahan sesuai Metode Sedgwick Rafter Counting (SRC), di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing), Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Untuk kebutuhan pertumbuhan hidup jenis tanaman ini menggunakan limbah cair Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan peternakan, jadi limbah-limbah ini dapat dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan bagi tanaman ini, tanaman yang insha alloh akan menjadi solusi untuk krisis energi kita saat ini maupun ke depannya nanti, selain itu lingkungan kita menjadi lebih terjaga, karena limbah yang kita kenal selama ini menjadi momok bagi kelestarian lingkungan kita dapat kita manfaatkan menjadi suatu hal yang lebih bermanfaat bagi kemaslahatan umat kita, subhanalloh. . . ternyata tak selamanya hal yang buruk itu selalu buruk. . . ternyata bisa berubah menjadi hal yang sangat bermanfaat. . .
"Kami mengindentifikasi terdapat tiga jenis mikroalga yang tumbuh dominan dalam limbah tersebut yaitu Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp. Jenis tersebut sangat berbeda dengan jenis mikroalga yang tumbuh dalam inokulum yang ditambahkan. Hal ini menunjukkan komposisi limbah cair menentukan jenis mikroalga yang dapat tumbuh dan berkembang biak," papar Suprihatin. Salah satu jenis mikroalga yang berguna untuk pembuatan bio-feul ini adalah jenis Chlorella yang mengandung lemak 14-22 persen, jadi lemak ini yang akan bisa dimanfaatkan menjadi bahan dasar bio-fuel. Sungguh betapa banyak keunggulan-keunggulan dari jenis tanaman ini, namun, teknologi ini masih ada kelemahan-kelemahan dalam hal biaya produksi, "Produksi mikroalga untuk produksi energi skala besar saat ini masih dalam fase pengembangan. Biaya produksi biodiesel berbasis mikroalga masih memerlukan penurunan secara signifikan agar dapat kompetitif dengan sumber diesel lainnya," kata Suprihatin. Jadi biaya produksi teknologi ini masih terbilang cukup mahal dibandingakan dengan sumber-sumber bio-diesel lainnya, seperti kita bandingkan dengan biaya pembuatan bio-diesel dari bahan dasar minyak bumi yang pada tingkat harga minyak kasar saat ini yakni sekitar 100 dolar per barrel, maka supaya kompetitif, biaya operasional produksi biomassa mikroalga dengan kandungan minyak sekitar 14,7 persen harus kurang dari 200 dollar AS per ton atau sekitar Rp1,8 juta per ton. Tapi, tenang saja sobat blogger semuanya, kita belum melihat dari sisi keuntungan-keuntungan lainnya dari teknologi ini, dalam hal keuntungan secara lingkungan, ekonomis, dan keuntungan-keuntungan lainnya seperti produksi biogas pada pra-perlakuan limbah cair, pupuk organik dari digester anaerobik, hasil samping berupa bahan pakan atau produk bernilai tinggi lainnya, penurunan emisi gas rumah kaca, pengolahan limbah cair, recycling nutrien, recycling air, dan pencegahan eutrofikasi di badan air penerima, serta keuntungan sosial lainnya, menakjubkan bukan? ? ? maka itu teruslah berkarya sobat semua. . . Jangan menyerah untuk terus mencari dan menggali potensi yang kita miliki. . . Karena kita inilah yang akan menjadi penerus perjuangan para pendahulu kita. . . Siapa tau nanti kita bisa menemukan sumber-sumber energi lainnya selain sumber-sumber diatas. . . Maka itu keep struggle! ! !
Man jadda wa jadda!  ! ! barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan mendapatkan hasilnya! ! ! ^^ Wassalamu’alaikum wr wb.

1 komentar:

  1. Where to buy titanium trim - ITIAN TRAVEL
    You'll love this titanium touring one. We're proud to titanium tools announce the new titanium nipple jewelry addition of our brand-new “Titan Racing Car". Read more titanium quartz on titanium septum ring our

    BalasHapus